UJI RUMPANG atau CLOZE TEST

-->


Seorang guru harus memiliki tanggung jawab atas kemampuan membaca para siswanya. Betapa tidak, salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan belajar siswa adalah kemampuan dan kemauan membaca yang dimilikinya.
Tingkat keterbacaan buku teks dapat diketahui dengan instrumen uji rumpang atau teknik klos. Uji rumpang dianggap mampu untuk mengukur tingkat keterbacaan sebuah wacana dan menggambarkan kemampuan siswa terhadap bahan bacaan.

Sebagaimana dikemukakan oleh Hardasujana (1996:115) bahwa metode ini diperkenalkan oleh Wilson Taylor (1953) yang berasal dari istilah “clozure” suatu istilah dari ilmu jiwa Gestalt. Konsepnya menjelaskan kecenderungan manusia untuk menyempurnakan suatu pola yang tidak lengkap secara mental menjadi suatu kesatuan yang utuh; kecenderungan untuk mengisi atau melengkapi sesuatu yang sesungguhnya ada namun tampak dalam keadaan yang tidak utuh; melihat bagian sebagai suatu keseluruhan.

Melalui teknik uji rumpang, pembaca diminta untuk dapat memahami wacana yang tidak lengkap (karena bagian-bagian tertentu dari wacana tersebut telah dengan sengaja dilesapkan) dengan pemahaman yang sempurna. Bagian-bagian yang dihilangkan itu, biasanya kata ke-n, digantikan dengan tanda tertentu (garis lurus mendatar dengan tanda titik-titik). Penghilangan atau pelesapan bagian-bagian kata dalam teknik uji rumpang mungkin juga tidak berdasarkan kata ke-n secara konsisten dan sistematis. Dengan menggunakan teknik uji rumpang dalam waktu yang relatif singkat guru dapat segera mengetahui tingkat keterbacaan wacana; tingkat pemahaman siswa; dan latar belakang pengalaman, minat, dan bahasa siswa.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa teknik uji rumpang adalah bentuk tes berupa wacana yang tidak lengkap karena setiap kalimat dalam wacana tersebut ada kata yang dihilangkan. Kata yang dihilangkan tersebut bisa bersifat sistematis (setiap kata ke-n) atau bisa pula tidak. Tugas siswa adalah mengisi bagian yang telah dihilangkan dengan kata yang tepat.

Teknik uji rumpang memiliki dua fungsi utama, yaitu pertama, berfungsi sebagai alat untuk mengukur tingkat keterbacaan wacana. Suatu wacana dapat ditentukan tingkat kesukarannya serta dapat diketahui kelayakan pemakaiannya untuk siswa. Kedua, teknik uji rumpang berfungsi sebagai alat pengajaran membaca. Dalam fungsinya sebagai alat ajar, teknik uji rumpang dapat digunakan untuk melatih kemampuan dan keterampilan membaca siswa (Astuti, 2000:10).
Berikut adalah contoh tes uji rumpang sebagai alat ukur dan bahan ajar.
Wacana 1:
Anak dapat diperkenalkan kepada alam sekitarnya sedini mungkin. Ini penting untuk perkembangan (1)________dan emosinya. Anda dapat (2)__________proses mekarnya bunga dan (3)_________aneka warna bunga pada (4)_________. Kepada anak yang lebih (5)___________, Anda dapat menceritakan bentuk (6) __________warna bunga yang indah (7) ___________ baunya yang harum, atau (8)___________membuat serangga tertarik dan (9)________untuk menghisap madu.


Wacana 2:
Selain itu pengenalan (1)________alam sekitar (2)________penting (3)_______merangsang kepekaan penginderaan anak. Tangannya bisa setiap kali disentuhkan (4)_________permukaan (5)_________ujung daun (6)_______melatih alat perabanya. Anak (7)_______sudah pandai berjalan (8)______diajak menginjak rumput (9)_______berembun (10)_______pagi.

Setelah membaca kedua wacana di atas, dapat disimpulkan bahwa pengosongan atau pelesapan kata pada wacana pertama dilakukan dengan tingkat keteraturan yang konsisten. Pada wacana pertama, penghilangan dilakukan pada setiap kata kelima. Pelesapan dilakukan pada kalimat kedua, sedangkan kalimat pertama dari wacana tersebut dibiarkan secara utuh.

Pengosongan atau pelesapan pada wacana kedua tidak dilakukan atas dasar keter-aturan jarak. Penghilangan kata pada wacana kedua terlihat tidak konsisten dan sistematis. Pada wacana kedua, pengosongan bukan terletak pada jarak lespan  katanya, melainkan terletak pada jenis kata yang dilesapkannya.

Berikut adalah teks wacana sebelum dirumpangkan.
Wacana 1:
Anak dapat diperkenalkan kepada alam sekitarnya sedini mungkin. Ini penting untuk perkembangan intelektual dan emosinya. Anda dapat menceritakan proses mekarnya bunga dan mengenalkan aneka warna bunga pada anak. Kepada anak yang lebih besar, Anda dapat menceritakan bentuk dan warna bunga yang indah serta baunya yang harum, atau yang membuat serangga tertarik dan datang untuk menghisap madu.

Wacana 2:
Selain itu pengenalan terhadap alam sekitar juga penting untuk merangsang kepekaan penginderaan anak. Tangannya bisa setiap kali disentuhkan ke permukaan daun dan ujung daun untuk melatih alat perabanya. Anak yang sudah pandai berjalan dapat diajak menginjak rumput yang berembun setiap pagi.

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi Uji Rumpang sebagai alat ukur keterbacaan.



Seperti halnya teknik pengajaran membaca lainnya, teknik uji rumpang juga me-miliki kegunaan. Kegunaan tersebut yakni untuk mengukur tingkat keterbacaan sebuah wacana dan melatih keterampilan serta kemampuan siswa melalui kegiatan belajar mengajar (Astuti, 2000: 10).

Berdasarkan manfaat di atas, dalam waktu relatif singkat guru akan segera dapat mengetahui tingkat keterbacaan wacana; tingkat keterpahaman siswa; dan latar belakang pengalaman, minat dan bahasa siswa. Dengan demikian guru akan dapat dengan tepat membuat keputusan instruksional untuk membantu anak didiknya dalam belajar, khususnya dalam kegiatan membaca.

Teknik ini juga bukan sekadar bermanfaat untuk mengukur tingkat keterbacaan wacana, melainkan juga mengukur tingkat keterpahaman pembacanya. Melalui teknik ini juga kita akan mengetahui perkembangan konsep, pemahaman, dan pengetahuan linguistik siswa.

Teknik isian rumpang memiliki keunggulan dan kelemahan.
Ada beberapa keunggulan teknik isian rumpang yaitu.
1.        Dalam menentukan keterbacaan suatu teks, prosedur ini mencerminkan pola interaksi antara pembaca dan penulis.
2.        Prosedur isian rumpang bukan saja digunakan untuk menilai keterbacaan, melainkan juga dipakai untuk menilai pemahaman pembacanya.
3.        Bersifat fleksibel, yaitu guru akan segera dengan tepat mendapat informasi mengenai latar belakang kemampuan dan kebutuhan siswanya.
4.        Pada bidang pengajaran, teknik isian rumpang mendorong siswa tanggap ter-hadap bahan bacaan.
5.        Dapat dipergunakan sebagai latihan dan ukuran praktis akan pengetahuan dan pemahaman tata bahasa siswa.
6.        Dapat menjangkau sejumlah besar individu pada saat yang sama.
7.        Dapat melatih kesiapan dan ketanggapan dalam upaya memikirkan dan me-mahami maksud dan tujuan penulis atau wacana.

Kelemahan teknik isian  rumpang adalah sebagai berikut :
1.        Ketepatan seseorang dalam pengisian bagian-bagian yang dihilangkan belum tentu berdasarkan atas pemahamannya terhadap wacana melainkan didasarkan atas pola-pola ungkapan yang telah dikenalnya. Untuk mengatasi hal ini, guru bisa memilih wacana atau bahan dan disertai dengan diskusi untuk mengetahui lebih jauh alasan-alasan atau jawaban yang diberikan oleh siswa.
2.        Hanya cocok digunakan untuk kepentingan membaca dalam hati atau mem-baca pemahaman. Dengan demikian, kelemahan-kelemahan siswa dalam hal membaca nyaring seperti pelafalan, intonasi, penggunaan tanda baca, dan lain-lain tidak bisa dideteksi dengan teknik ini.

Dalam pembuatan tes uji rumpang, kriteria pembuatannya harus disesuaikan de-ngan fungsinya, yaitu sebagai alat ukur dan sebagai alat ajar. Menurut Wilson Taylor  dalam Hardjasujana dan Mulyati (1996:144), mengusulkan suatu prosedur yang baku untuk sebuah konstruksi wacana rumpang, yaitu :
a.    Memilih teks (wacana) yang relatif sempurna yaitu wacana yang tidak tergantung pada informasi sebelumnya.
b.    Melakukan penghilangan/pelesapan setiap kata ke-n, tanpa memperhatikan arti dan fungsi kata-kata yang dihilangkan atau dilesapkan tersebut.
c.    Mengganti bagian-bagian yang dihilangkan tersebut dengan tanda-tanda tertentu misal garis mendatar (-----------) yang sama panjangnya.
d.   Memberi salinan dari semua bagian yang direproduksi kepada siswa atau peserta tes.
e.    Mengingatkan kepada peserta tes untuk mengisi semua bagian yang dihilangkan.
f.     Menyediakan waktu yang relatif cukup untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan tugasnya.
Sedangkan kriteria pembuatan wacana rumpang menurut John Haskall dalam Hardjasujana dan Mulyati (1996:146) adalah sebagai berikut.
a.   Memilih suatu teks yang panjangnya kurang lebih 250 kata.
b.  Membiarkan paragraf pertama dan terakhir utuh.
c.   Memulai penghilangan dari paragraf  kedua, yaitu pada setiap kata kelima. Pe-ngosongan ditandai dengan garis lurus mendatar yang panjangnya sama.
d.  Jika kebetulan kata yang kelima adalah kata bilangan, maka pelesapan dilaku-kan pada kata kelima kalimat berikutnya.

Dalam penelitian ini, penulis menerapkan langkah-langkah sebagai berikut.
a.    Memilih wacana yang berjumlah lebih dari 250 kata.
b.    Membiarkan paragraf pertama dan terakhir utuh.
c.    Pelesapan dilakukan pada kata ke-7. Hal tersebut berdasarkan klasifikasi rentang jarak lesapan yaitu setiap kata ke-5 sampai kata ke-10 (Hardjasujana dan Mulyati, 1996:146), kecuali bila kata ke-7 tersebut merupakan kata bilangan maka pelesapan dilakukan pada kata berikutnya.
d.   Jika kata ke-7 adalah kata bilangan dan kata asing, pelesapan dijatuhkan pada kata ke-7 berikutnya.
e.    Mengganti kata yang dilesapkan dengan tanda ------------ kemudian diikuti dengan angka (1), (2), (3), dan seterusnya.
f.     Memberi pilihan jawaban pada setiap paragraf.

Earl F. Rankin dan Joseph W. Culhane (1969) dalam Hardjasujana dan Mulyati (1996:149—150) menetapkan hasil interpretasi hasil uji rumpang sebagai berikut.
a.    Pembaca berada pada tingkat independen atau bebas jika persentase skor tes uji rumpang yang diperoleh > 60%.
b.    Pembaca berada pada tingkat instruksional jika persentase skor tes uji rumpang yang diperoleh berkisar 41%--60%.
c.    Pembaca berada pada tingkat frustasi atau gagal jika persentase skor tes uji rumpang yang diperolenya < 40%.

Penafsiran hasil tes uji rumpang di atas dilihat dari sudut klasifikasi pembacanya. Dengan klasifikasi yang sama, kita dapat mengklasifikasikan bahwa:
a.    Wacana tergolong mudah jika persentase skor tes uji rumpang yang diperoleh > 60%.
b.    Wacana tergolong sedang jika persentase skor tes uji rumpang yang diperoleh berkisar 41%--60%.
c.    Wacana tergolong sukar jika persentase skor tes uji rumpang yang diperolenya < 40%.
Selain memiliki beberapa keunggulan, prosedur ini juga mempunyai kelemahan. Schlezinger (1968) dalam Hardjasujana (1996:152) meragukan kevaliditasan penggunaannya. Ketepatan pengisian bagian-bagian yang dihilangkan oleh seseorang belum tentu berdasarkan atas pemahamannya terhadap wacana tersebut, melainkan didasarkan atas pola-pola ungkapan yang telah dikenalnya.


Muchlisoh. 1996. Pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Depdikbud.
Hardjasujana, Ahmad S. dan Yeti Mulyati. 1996. Membaca 2. Jakarta: Depdikbud.
Astuti, Wiwiek Dwi dan K. Biskoyo. 2000. Keterbacaan Kalimat Bahasa Indonesia dalam Buku Pelajaran SLTP. Jakarta: Pusat Bahasa.
-

2 Responses to "UJI RUMPANG atau CLOZE TEST"

  1. Kalau perbedaan cloze test dengan cloze procedure terletak di bagian apa yang membedakan antara cloze test dengan cloze procedure?

    ReplyDelete
  2. sangat membantu gan materinya

    ReplyDelete

KOMENTARMU